BAB I
PENDAHULUAN
Selepas habisnya perang dunia II di eropa Negara Jerman telah dibagi-bagi menjadi empat zona pendudukan. Ibu Kota lama Berlin, sebagai pusat dewan control tentara meskipun niat kuasa pendudukan adalah untuk mengawal Jerman bersama-sama dai tahun 1947, kedatangan perang dingin menyebabkan Perancis, Britania Raya dan Amerika Serikat menggabungkan zona-zona mereka kedalam Republik Faderal jerman ( Berlin Barat ) pada 1947, tidak termasuk zona ini Soviet yang kemudian menjadi Republik Demokratik Jerman ( Berlin Timur ) pada tahun yang sama.
Selain itu, sejajar dengan syarat-syarat konferensi Volta pada Februari 1945, wilayah-wilayah timur Pomerania dan Silesia, serta separuh dari pada selatan Prusia Timur, diberikan kepada Polandia dan separuh dari pada utara Prusia Timur ( Kaliningrad Oblast )
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jerman
1. Latar Belakang
Selepas habisnya perang dunia II di eropa Negara Jerman telah dibagi-bagi menjadi empat zona pendudukan. Ibu Kota lama Berlin, sebagai pusat dewan control tentara sekutu sendiri dibagi menjadi empat zona. Kedatangan perang dingin menyebabkan Perancis, Britania Raya dan Amerika Serikat menggabungkan zona-zona mereka kedalam Republik Faderal jerman ( dan Berlin Barat ) pada 1947, tidak termasuk zona ini Soviet yang kemudian menjadi Republik Demokratik Jerman ( termasuk Berlin Timur)[1]
Jerman Barat dan Jerman Timur kedua-duanya mengklain sebagai pengganti sah bagi penduduk kerajaan jerman yang lama ( Deutsches Reich ). Bagaimanapun jua, Jerman Timur mengubah pendapatnya selepas itu, dan menyatakan bahwa Negara Jerman telah berhenti pada tahun 1945 dan bahwa kedua. Dua Jerman Barat dan Jerman Timur adalah Negara baru.
Pada perundingan postdam tanggal 2 agustus 1945 Jerman di bagi menjadi 2.
a. Jerman Barat Ibukota di Bonn
yang dikuasai Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Blok Barat menganut paham liberal-kapitalis.
b. jerman timur ibukota di Berlin timur yang dikuasai oleh Uni Soviet. Blok timur menganut paham sosialis komunis.
2. Proses Reunifikasi
Rencana pertama untuk menyatukan bagian-bagian wilayah jerman diajukan oleh Josef Stalin pada 1952 diwilayah syarat- syarat sebagaimana yang kemudian diambil untuk Australia. Ia memerlukan penciptaan suatu Negara jerman yang netral dengan sebuah perbatasan timur yang disebut sebagai perbatasan Order-Neisse dan semua pasukan bersekutu dipindah kan pada tahun yang sama. Pemerintahan jerman Barat dibawah konselir konrod Adenauer lebih menyukai integrasi lebih dekat dengan Eropa Barat dan meminta penyatuan kembali dirundingkan dengan syarat pemilihan umum seluruh jerman dan dipantau dunia internasional. Syarat ini ditolak oleh Uni Soviet. Satu lagi rencana Stalin ialah melibatkan penyatuan kembali Negara jerman dengan mengikuti perbatasan sesuai tanggal 31 Desember 1937 di bawah syarat bahwa Negara jerman bergabung dengan pakta warsawa ( Blok Timur ).[2]
Mulai 1949 dan seterusnya, Republik Faderal jerman dibangun menjadi suatu Negara barat kapitalis dengan sebuah “ekonomi pasar social” dan pemerintahan demokratis berpartemen. Pertumbuhan ekonomi berpanjangan bermula dalam 1980 dan menghasilkan satu “keajaiban ekonomi” 30 tahun ( Wirtschoftswunder ). Manakala di republic demokratis jerman menumbuhkan suatu pemerintahan Otoriter dengan suatu gaya meniru ekonomi Uni Soviet.
Walaupun jerman timur menjadi terkaya dan Negara paling maju di Blok timur banyak dari warganya yang masih melihat kebarat untuk kebebasan politik dan kemakmuran ekonomi. Pelarian orang jerman timur kenegara non-komunis melalui Berlin Barat menyebabkan jerman timur menegakkan satu system penjagaan perbatasan ketat tembok Berlin pada 1961 untuk mencegah pelarian missal ini.[3]
Pemerintahan jerman barat dan sekutu NATO-nya pada mulanya tidak mengakui republik demokratis jerman ( jerman timur ) atau Republik Rakyat Polandia, mengikut noktin Hallsten. Hubungan antara jerman timur dan jerman barat senantiasa dingin sehingga konselir barat Willy Brandtmelancarkan pemulihan hubungan baik yang kontroversal dengan jerman timur (Ostpolitik ) pada tahun 1970 -an.
3. Dampak Reunifikasi
Di seantero mantan wilayah Jerman Timur ditemukan banyak fasilitas-fasilitas militer yang telah ditinggalkan. Barak Nedlitz dekat Potsdam, seperti dilihat pada bulan Agustus 2002, sedang dikembangkan kembali.
Biaya persatuan ulang telah menimbul suatu beban yang berat kepada ekonomi Jerman dan telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Jerman menjadi tersendat-sendat dalam tahun-tahun terakhir ini. Biaya persatuan ulang diperkirakan berjumlah lebih dari € 15 trilyun (pernyataan Freie Universität Berlin) . Jumlah ini lebih besar daripada hutang negara Jerman.
Sebab utama untuk biaya yang sangat besar ini adalah lemahnya ekonomi Jerman Timur, khususnya jika diperbandingkan dengan Jerman Barat; lalu nilai tukar di antara mata uang Jerman Timur dan Jerman Barat yang secara artifisial ditinggikan demi alasan politik, dengan hasil Jerman Barat harus melunasi rekening ini.
Walaupun dilakukan investasi besar-besaran oleh Jerman Barat, banyak perusahaan Jerman Timur hancur ketika harus bersaing dengan Jerman Barat. Malah sapa sekarang, pemerintah Jerman memberikan lebih dari € 10 milyar demi perkembangan negara-negara bagian yang terletak di mantan Jerman Timur.
Selama tahun 1980-an, ekonomi kapitalis Jerman Barat menjadi makmur, sedangkan ekonomi komunis Jerman Timur merosot; sesudah itu, suplai barang-barang dan jasa ke Jerman Timur menegangkan sumber penghasilan Barat.
Industri yang dulu tidak perlu bersaing karena didukung oleh pemerintah Jerman Timur harus diswastanisasikan, seringkali hal ini menghasilkan kebangkrutan mereka.[4]
Sebagai akibat daripada persatuan ulang, kebanyakan mantan daerah Jerman Timur telah kehilangan industrinya, menyebabkan suatu pengangguran yang bisa sebesar kira-kira 25 % di beberapa bagian daerah. Semenjak itu, ratusan ribu warga mantan Jerman Timur secara berkesinambung berhijrah ke wilayah barat untuk mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan wilayah timur kehilangan tenaga-tenaga kerja profesional.
Menurut Bank Sentral Jerman (Bundesbank) sebab dari banyak masalah di ekonomi Jerman sejatinya berakar pada persatuan ulang ini dan bukannya introduksi mata uang Euro pada tahun 2002 seperti dinyatakan oleh banyak ekonom.
B. Vietnam
1. Latar Belakang
Keadaan di Vietnam Selatan makin hari makin buruk, setelah tahun 1960 lahir FPNVS (Viet Cong) atau bisa disebut juga dengan Komunis Vietnam yang dipimpin oleh Nguyen Huu Tho. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk melawan rezim Saigon Rezim Saigon yang kaku, tertutup, dan kurang memperhatikan nasib rakyat dan Imperialis Amerika, menciptakan Vietnam Selatan yang sempurna dan bebas dari campur tangan bangsa asing,ingin mempersatukan seluruh Vietnam, dan memperbaiki kehidupan sosial ekonomi yang dimanifestasikan melalui Revolusi Sosial. Gerakan ini dapat berkembang pesat dalam waktu yang singkat, dan 90% daerah pedesaan telah dikuasai, serta menamakan usaha gerakannya sebagai perang pembebasan. Menurut Fred Schwarz gerakan ini memang punya daya tarik untuk memikat rakyat meliputi:[5]
a. Rasa ingin bebas dari kapitalisme, dimana sangat menguntungkan bagi rakyat yang tertindas yang membutuhkan banyak materi.
b. Filsafat Materialisme, disini unsur materilah yang dinilai sebagai unsur untuk memenuhi kebahagiaan dalam hidup.
c. Kebanggaan intelektual, dimana mereka dapat memprotes bentuk ketidakadilan dan kepincangan pemerintah.
d. Agama yang tidak memenuhi kebutuhan manusia, disini agama dianggap sebagai penghambat melawan kemiskinan.
2. Proses Reunifikasi
Pada 6 Juni 1969, bertempat ditengah hutan yang merupakan pusat gerakan Viet Cong, diadakan suatu pertemuan tokoh-tokoh gerakan front pembebasan tersebut yang terdiri dari 88 orang anggota dan 72 orang peninjau yang berasal dari berbagai kelompok masyarakat. Pada tanggal 8 Juni 1969 pertemuan berakhir dan hasilnya adalah pembentukan pemerintahan sendiri yang diberi nama pemerintahan sementara revolusi Vietnam Selatan (PSRVS) yang selanjutnya disebut pemerintahan sementara dan melalui siaran resmi dari Hanoi pada tanggal 9 Juni 1969 pemerintahan sementara disahkan. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh Phung Vam Vung dan wakilnya Nguyen Van Kiet serta Nguyen Doan. Terbentuknya pemerintahan sementar merupakan kelanjutan dari strategi Viet Cong menantang Rezim Saigon. Posisi Rezim Saigon terancam sehingga kalau tidak ada dukungan dari AS mungkin Rezim Saigon kalah apalagi setelah dikeluarkannya Doktrin Nixon yang intinya pengurangan pasukan Amerika dari wilayah Asia Tenggara. Doktrin Nixon ini bertujuan untuk sedikit demi sedikit meletakkan tanggung jawab keamanan kepada tentara Vietnam Selatan. Tetapi kebijaksanaan ini keluar pada saat yang kurang tepat karena tentara komunis dan Vietnam Utara terus mengalir ke Selatan untuk memperkuat kedudukan Viet Cong.[6]
Persetujuan Genewa 1954 yang membelah Vietnam menjadi dua tidak dipercayai Ho Chi Minh sebagai garis batas yang abadi. Pada 27 Januari 1973 Persetujuan Paris telah ditandatangani oleh Amerika Serikat, Vietnam Utara, Vietnam Selatan dan Viet Cong yang sebenarnya merupakan suatu integral dari strategi Viet Cong dan Vietnam Utara, untuk menguasai seluruh Vietnam sesuai dengan konsep Ho Chi Minh. Bagi kaum Komunis persetujuan ini sangat menguntungkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa impak yang menoojol dari Persetujuan Paris 1973 adalah keruntuhan rezim Saigon dan cepatnya proses penyatuan Vietnam dibawah Hanoi.
3. Dampak Reunifikasi
Perjuangan pembebasan FPNVS telah memegang teguh nilai kemasyarakatan yang sudah mengakar. Landasan itulah yang sekarang diuji oleh PSRVS dalam membangun negara atas dasar kemerdekaan, perdamaian dan kerukunan nasional. PSRVS telah membuktikannya sesaat pengambil alihan kekuasaan pemerintah yang berjalan begitu serempak tanpa kecanggungan. Tetapi nampaknya usaha penyatuan antara kedua Vietnam itu tidak terlalu lama lagi karena kesamaan bahasa dan kebudayaan, maka dapat dikatakan bahwa modal, moral maupun material sudah cukup memungkinkan untuk bersatunya kembali Vietnam. Sebagai langkah reunifikasi wakil Vietnam Utara dibawah pimpinan Thruong Chinh dengan wakil Vietnam Selatan adalah Pham Hung mengadakan pertemuan dan persetujuan atas:
a. Pembentukan panitia yang akan menyelenggarakan pemilihan umum untuk menetapkan keanggotaan majelis Nasional seluruh Vietnam,
b. Penetapan tanggal pemilihan umum,
c. Penetapan tanggal sidang pertama dari badan hasil pemilihan umum.
Pada tanggal 25 April 1976 diselenggarakan pemilihan umum anggota majelis nasional Vietnam yang 2 bulan kemudian setelah pemilihan umum, terbentuklah negara kesatuan yang bernama Republik Sosialis Viet, yang memilih Hanoi sebagai ibukotanya.[7]
C. Korea
1. Latar Belakang
Berbeda dengan formula yang ditawarkan Pemerintah Seoul pada 1981 meningkatkan upaya bagi unifikasi dan perdamaian. Dengan pendekatan pejabat dan di bawah pengawasan Palang Merah, sejumlah warga yang terpisah dari sanak keluarganya di satu pihak, menyeberang zona demiliterisasi di perbatasan Korsel-Korut pada 20-23 September 1985 untuk pertama kalinya sejak berakhirnya Perang Korea (1950-1953). Langkah ini diikuti dengan persiapan konferensi parlemen Selatan-Utara di desa perbatasan Panmunjom dan pembicaraan mengenai olahraga Selatan-Utara di Lausanne, Swiss.
Perbedaan kedua formula ini begitu mendasar. Korea Selatan menginginkan unifikasi dengan damai dengan menerapkan demokrasi penuh di dalam semananjung Korea, namun sebaliknya dengan Korea Utara yang menginginkan incomplete unifikasi yang mana dua pemerintahan berada dibawah konfederasi Korea. Korea Selatan juga bertujuan untuk mendirikan satu commonwealth Korea sebagai satu interim stage yang sekaligus menerapkan dan membawa detail-detail dalam unifikasi negara dengan nilai-nilai demokrasi. Termasuk menggunakan sistem council of representatives dan pemilu demokrasi. Berbeda dengan Korea Utara yang mengandalkan upaya-upaya mengkomuniskan Korea Selatan sebagai awal pembentukan satu konfederasi komunis Korea. Bahkan Korea Utara mengirimkan ancaman bagi Korea Selatan apabila formula konfederasi tidak disepakati.
Banyak sekali ketidaksepahaman dan perbedaan dalam memformulasikan upaya unifikasi yang ditawarkan baik oleh Korea Selatan dan Korea Utara. Namun meski demikian upaya ini tidaklah begitu signifikan dalam menentukan hasil. Beberapa dialog dilakukan dan meski seringkali berujung negatif, upaya ini membawa hasil positif sementara. Adanya pakta nonagresi, kerjasama ekonomi, dan rekonsiliasi pernah dicapai oleh kedua negara ini namun pada akhirnya putus karena upaya Korea Utara yang tidak taat terhadap perjanjian yang ditandatangi bersama ini.[8]
2. Proses Reunifikasi
Berbeda dengan formula yang ditawarkan Pemerintah Seoul pada 1981 meningkatkan upaya bagi unifikasi dan perdamaian. Dengan pendekatan pejabat dan di bawah pengawasan Palang Merah, sejumlah warga yang terpisah dari sanak keluarganya di satu pihak, menyeberang zona demiliterisasi di perbatasan Korsel-Korut pada 20-23 September 1985 untuk pertama kalinya sejak berakhirnya Perang Korea (1950-1953).
Perbedaan kedua formula ini begitu mendasar. Korea Selatan menginginkan unifikasi dengan damai dengan menerapkan demokrasi penuh di dalam semananjung Korea, namun sebaliknya dengan Korea Utara yang menginginkan incomplete unifikasi yang mana dua pemerintahan berada dibawah konfederasi Korea. Korea Selatan juga bertujuan untuk mendirikan satu commonwealth Korea sebagai satu interim stage yang sekaligus menerapkan dan membawa detail-detail dalam unifikasi negara dengan nilai-nilai demokrasi. Termasuk menggunakan sistem council of representatives dan pemilu demokrasi. Berbeda dengan Korea Utara yang mengandalkan upaya-upaya mengkomuniskan Korea Selatan sebagai awal pembentukan satu konfederasi komunis Korea. Bahkan Korea Utara mengirimkan ancaman bagi Korea Selatan apabila formula konfederasi tidak disepakati.
Banyak sekali ketidaksepahaman dan perbedaan dalam memformulasikan upaya unifikasi yang ditawarkan baik oleh Korea Selatan dan Korea Utara. Namun meski demikian upaya ini tidaklah begitu signifikan dalam menentukan hasil. Beberapa dialog dilakukan dan meski seringkali berujung negatif, upaya ini membawa hasil positif sementara. Adanya pakta nonagresi, kerjasama ekonomi, dan rekonsiliasi pernah dicapai oleh kedua negara ini namun pada akhirnya putus karena upaya Korea Utara yang tidak taat terhadap perjanjian yang ditandatangi bersama ini.[9]
3. Dampak Reunifikasi
Banyak pemimpin dunia mendukung proses unifikasi Korea secara damai, dalam hal ini secara tidak langsung formula unifikasi Korea Selatan mendapat banyak dukungan dari negara lain, terutama AS yang menghendaki komunisme di Korea Utara dapat dihilangkan. Bahkan Cina dan Rusia yang merupakan sekutu ideologis tidak banyak bertindak nyata untuk membela Korea Utara. China hanya saja seringkali menjadi lips service bagi kepentingan Korea Utara yang seringkali dinilai tidak realistis. Oleh karena itu Korea Selatan harus terus menjalankan usahanya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung secara positif terhadap kebijakan unifikasi damai.[10]
Hingga saat ini dan ke depan, banyak yang masih skeptis terhadap terwujudnya unifikasi di Korea karena memang terdapat perbedaan yang sangat mendasar yang belum dapat disatukan dan akan terus seperti ini jika tensi kedua negara terus tidak mau kalah. Korea Utara yang dalam hal ini terus bersikap provokatis terhadap Korea Selatan karena tidak menyukai keberadaan militer AS di Korea Selatan yang dirasa menghambat terwujudnya konfederasi Korea. Disisi lain, Korea Selatan yang banyak mendapatkan dukungan internasional mengganggap keberadaan tentara AS bermaksud untuk mewujudkan keadilan dan kestabilan di dua wilayah yang rawan konflik sehingga kecil kemungkinan Korea Selatan melepaskan AS dari teritorinya. Mungkin jalan keluarnya bisa melalui restrukturisasi total pemerintahan salah satu negara Korea yang mana dalam hal ini harus ada reformasi dari lapisan tertinggi hingga lapisan terendah termasuk menggulingkan pemimpin yang ada dan ideologinya atau terus diadakan upaya diplomasi dengan tawaran-tawaran tertentu yang sekiranya akan paling tidak, tidak merugikan kedua belah pihak. Meski dalam kenyataannya hal ini tidak mudah dilakukan, hal ini tetaplah solusi terbaik daripada perang.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada malam menjelang proses penyatuan jerman ( 3 Oktober 1990 ) di Berlin, ribuan warga merayakan reunifikasi jerman. Perundingan-perundingan berat yang di jalankan para politisi berakhir saat kembang api raksasa menerangi angkasa, akhirnya tampak di wajah orang-orang yang berkumpul disekitar gedung parlemen jerman Reichstag di Berlin.
Mereka menjadi saksi satu kejadian sejarah, yang baik oleh warga jerman maupun warga Eropa lainnya di anggap mustahil. Melalui satu revolusi damai, warga jerman timur berhasil menggulingkan system politik sosialis dan mendapat para pemimpin jerman timur. Semuanya berjalan tanpa satu tembakan pun, tanpa kekerasan dan tidak seorang pun yang terluka. Pada tanggal 3 Oktober, jerman timur menyatukan diri dengan jerman barat, warga jerman kembali hidup bersama dalam satu Negara.
Banyak pemimpin dunia mendukung proses unifikasi Korea secara damai, dalam hal ini secara tidak langsung formula unifikasi Korea Selatan mendapat banyak dukungan dari negara lain, terutama AS yang menghendaki komunisme di Korea Utara dapat dihilangkan. Bahkan Cina dan Rusia yang merupakan sekutu ideologis tidak banyak bertindak nyata untuk membela Korea Utara.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hardi. 1988. Menarik Pelajaran Dari Sejarah . Jakarta: Haji Mas Agung
K.L.M. 1986.Perang Dingin. Jakarta: PT.Gunung Agung.
M.C. Ricklefs. 2005.berakhirnya perang dingin. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Notosusanto, Nogroho. 2011. Sejarah bersatunya jerman Jilid 5. Jakarta : Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
S, Leo Agung. 2006. Sejarah Asia TImur. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press,.
Tjeng, Lie Tek. 1977. Studi Wilayah Pada Umumnya Asia Timur Pada Khususnya. Bandung : Penerbit Alumni.
[1]Hardi.. Menarik Pelajaran Dari Sejarah . (Jakarta: Haji Mas Agung 1988), h. 89
[2]Nogroho Notosusanto. Sejarah Bersatunya Jerman Jilid 5. (Jakarta : Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 2011)
[3]K.L.M.. Perang Dingin.( Jakarta: PT.Gunung Agung. 1986) h. 78
[4]M.C. Ricklefs.. Berakhirnya Perang Dingin. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005), h. 103
[5]Lie Tek Tjeng.. Studi Wilayah Pada Umumnya Asia Timur Pada Khususnya. (Bandung : Penerbit Alumni. 1977), h. 45
[6] Ibid, 46
[7] Hardi. Op.Cit. h. 92
[8] Leo Agung S. Sejarah Asia TImur. (Surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2006), h. 163
[9] Ibid, 168
[10] Ibid, h. 169
[11] Ibid, h. 175
No comments:
Post a Comment