BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran Filsafat Ilmu dalam struktur
bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan. Sebagai landasan filosofis bagi
tegaknya suatu ilmu, mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu dalam
setiap kegiatan keilmuan.
Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama
sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik logika tradisonal,
yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktif, maupun logika modern (yang juga
dikenal dengan logika saintifika) dengan pola induktif dan simbol-simbolnya,
jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Hakikat Ilmu dan pengetahuan?
2.
Bagaimana
Dimensi Struktural dan Fenomenal Ilmu?
3.
Apa saja
jenis-jenis Pengetahuan?
4.
Apa teori
untuk mengungkapkan pengetahuan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahuai
hakikat ilmu dan pengetahuan
2.
Dapat
menggambarkan dimensi struktural dan fenomenal ilmu
3.
Untuk
mengetahui jenis-jenis pengetahuan
4.
Untuk
mengetahui teori mengungkapkan pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perbedaan
Ilmu dan Pengetahuan
Secara etimologi Ilmu berasal dari
bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila,
yaf’alu, yang berarti mengetahui,mengenal,mengerti, memahami benar-benar.
Dalam bahasa Inggris disebut science,dalam bahasa Latin scientia (pengetahuan)
- scire (mengetahui).
Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak
semua pengetahuan adalah tergolong ilmu pengetahuan. Kant imembagi dua
jenis pengetahuan, yakni pengetahuan “apriori” dan a-posteriori.
Pengetahuan “apriori” ialah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya
pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman. Adapun pengetahuan a-postriori
adalah pengetahuan yang terjadi akibat pengalaman.[2]
Dalam hal ini Randall mengemukakan
beberapa ciri umum dari pada ilmu,diantaranya:
1.
Bersifat
akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu yang telah
lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi penemuan ilmu
yang baru.
2.
Kebenarannya
bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan terjadinya kekeliruan dan
memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu diketahui, seandainya terjadi
kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah kesalahan pada metodenya,
melainkan dari segi manusianya dalam menggunakan metode itu.
Bersifat obyektif, artinya hasil dari
ilmu tidak boleh tercampur pemahaman secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh
penemunya, melainkan harus sesuai dengan fakta keadaan asli benda tersebut.[3]
Secara etimologi pengetahuan berasal
dari kata masdar dalam bahasa Arab yaitu ‘alima ya’lamu ‘ilman
dan dari kata bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar (knowledge is justified true belief).
Sedangkan secara terminolog
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan
pengamatan dan pengalaman.[4]
. Sedangkan secara terminologi definisi pengetahuan ada
beberapa definisi.
a.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk
tahu.
b.
Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui
manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang
mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri
sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
c.
Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama.
Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung dan tak
langsung memperkaya kehidupan kita.
Pada dasarnya
pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat
berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia
berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
Berdasarkan definisi di
atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan
pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun,
baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah
informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme
tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan
ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian
pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto,
2003).[5]
Pembuktian kebenaran
pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan logika
deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme.
Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai
dengan fakta.
Secara lebih jelas ilmu
seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan
pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan
adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat
lainnya yang belum tersusun dengan baik.
B.
Dimensi
Struktural dan Fenomenal Ilmu
Pada umumnya metodologi
yang digunakan dalam ilmu kealaman disebut siklus-empirik. Ini menunjukkan pada
dua macam hal yang pokok, yaitu siklus yang mengandaikan adanya suatu kegiatan
yang dilaksanakan berulang-ulang, dan empirik yang menunjukkan pada sifat bahan
yang diselidiki, yaitu hal-hal yang dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi
secara indrawi. Metode siklus-empirik mencakup lima tahapan yang disebut
observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak
pada kelangsungan proses yang runut dari segenap tahapan prosedur ilmiah
tersebut, meskipun pada prakteknya tahap-tahap kerja tersebut sering kali
dilakukan secara bersamaan.
Ilmu dalam usahanya
untuk menyingkap rahasia-rahasia alam haruslah mengetahui anggapan-anggapan
kefilsafatan mengenai alam tersebut. Penegasan ilmu diletakkan pada tolok ukur
dari sisi fenomenal dan struktural.
1.
Dimensi Fenomenal.
Dalam dimensi fenomenal
ilmu menampakkan diri pada hal-hal berikut :
a.
Masyarakat yaitu suatu masyarakat yang elit yang dalam
hidup kesehariannya sangat konsern pada kaidah-kaidah universaI, komunalisme,
disinterestedness, dan skeptisme yang terarah dan teratur
b.
Proses yaitu olah krida aktivitas masyarakat elit yang
melalui refleksi, kontemplasi, imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi,
dan sebagainya tidak pernah mengenal titik henti untuk mencari dan menemukan
kebenaran ilmiah.
c.
Produk yaitu hasil dari aktivitas tadi berupa
dalil-dalil, teori, dan paradigma-paradigma beserta hasil penerapannya, baik
yang bersifat fisik, maupun non fisik.
2.
Dimensi Struktural
Dalam dimensi
struktural ilmu tersusun atas komponen-komponen berikut
a. Objek sasaran yang
ingin diketahui
b. Objek sasaran terus
menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti
c. Ada alasan dan dengan
sarana dan cara tertentu objek sasaran tadi terus menerus dipertanyakan
d. Temuan-temuan yang
diperoleh selangkah demi selangkah disusun kembali dalam satu kesatuan sistem.
C.
Pengetahuan
Biasa (Common Sence), Pengetahuan Ilmiah, Pengetahuan Filsafat, dan
Pengetahuan Agama.
Beranjak dari pengetahuan adalah
kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia
dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin salam
mengklasifikasikan pengetahuan itu ke dalam 4 pokok bahasan, yaitu :[6]
1.
Pengetahuan
biasa
Yakni pengetahuan yang didalam filsafat
dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense,
karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang
menyebutnya sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena
memang dirasakan panas dan sebagainya.
Dengan common sense, semua orang sampai
pada keyakinan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka akan berpendapat sama
semuanya. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat
dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau
akan mengeringkan tadah hujan dan sebagainya.
2.
Pengetahuan
ilmu
Yaitu ilmu sebagai terjemahan dari
science. Dalam pengertian yang sempit sciense diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan
yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan
berbagai metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode
berfikir secara objektif, tujuannya untuk mengembangkan dan memberi makna
terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya
melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu oblektif dan
mengenyampingkan unsur pribadi, pemikiran ligika diutamakan, netral, dalam arti
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena dimulai dengan
fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif. Ilmu merupakan lukisan
dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya
dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera
manusia.
3.
Pengetahuan
filsafat
Yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemukiran yang bersifat kontemlatif dan spekulatiif. Pengetaahuan filsafat
lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau
ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat
membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan
pengetahuan yang relatif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan
cenderung tertutup menjadi longgar kembali.
4.
Pengetahuan
agama
Yakni pengetahuan yang hanya diperoleh
dari Tuhan lewat para utusanNya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang
pokok, yakni ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga
disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,
yang seeing disebut dengan hubungan horizontal. Pengetahuan agama yang lebih
penting disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang Hari Akhir.
Iman kepada Hari Akhir merupakan ajaran pokok agama dan sekaligus merupakan
ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya. Menurut para pengamat,
agama masih bertahan sampai sekarang karena adanya doktri tentang hidup setelah
mati karenanya masih dinutuhkan.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu.
Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang berasal dari common sense
yang kemudian di tindak lanjuti secara ranah yang lebih ilmiah, sehingga
pengetahuan ilmiah merupakan a higher level of knowledge dalam dunia keilmuan.
Maka dari itu filsafat ilmu tidak dapat dipisahkan dari filsafat pengetahuan .
D.
Aliran
Realisme dan Idealisme
Pengetahuan pada
dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu adalah
menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran
tentang fakta yang ada di luar akal. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat
pengetahuan, yaitu:[7]
1. Realisme
Teori ini mempunyai
pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran
yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat).
Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal adalah dari yang asli yang ada
diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam sebuah
foto. Dengan demikian, relisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar
dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2. Idealisme
Ajaran idealisme
menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses psikologis yang bersifat
subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan
gambaran subjektif bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif
dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran
tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat
kebenaran. Yang diberikan hanyalah gambaran menurut pendapat atau pengelihatan
orang yang mengetahui.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan
berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan
pengamatan dan pengalaman.
Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan
berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan
kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
Dimensi ilmu mengacu pada perwatakan yang sepatutnya di anggap termasuk
dalam ilmu, peranan atau pentingya ilmu dalam suatu kerangka tertentu, dan
sifat atau ciri perluasan yang dapat ditambahkan pada ilmu berdasarkan sesuatu
pertimbangan. Apabila ilmu dibahas dari sudut salah satu dimensi, maka merupakan
suatu analisis dari sudut tinjauan khusus yang bercorak eksternal. Untuk
keperluan penelaahan terhadap ilmu, sudaut tinjauan dari arah luar adalah suatu
hampiran studi tertentu atau suatu perspektif dalam analisis.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya,
materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2006. Filsafat
Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Hatta, Mohammad, 1986. Alam Pikiran Yunani,
Jakarta: universitas Indonesia UI Press.
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar
Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Salam, Burhanuddin, 2008. Pengantar
Filsafat, Jakarta : Bumi Aksara.
Supriyanto, S. 2003. Filsafat
Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat Surabaya: Universitas
Airlangga.
Suriasumantri, Jujun.S, 2005, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad. 2004. filsafat ilmu.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
[1]Jujun S.
Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
. (Jakarta: Sinar Harapan, 2005) Hal 293-296
[5]Supriyanto, S. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Masyarakat (Surabaya: Universitas Airlangga. 2003), h. 45
[8] Zainal Abidin. Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat.
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), h. 28
No comments:
Post a Comment