BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemimpin
Dalam
bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun,
raja, dan sebagainya. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang
lain dengan berbagai cara.
Sejak
zaman dahulu, para filsafat telah mencari apa makna pemimpin, hingga sekarang
telah memberikan banyak definisi tentang pemimpin. Berikut pendapat beberapa
ahli tentang pemimpin:[1]
a. Menurut
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan anggotanya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
b. Menurut
Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk
mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para anggota yang bertanggung jawab,
supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
c. Menurut
Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang
lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
d. Menurut
Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
e. Sedangakn
menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong,
menuntun, dan membimbing asuhannya.
B.
Syarat Pemimpin
Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad Rasululloh Saw
adalah sosok manusia yang paling ideal, sempurna dalam segala hal. Beliau bukan
hanya seorang nabi dan rasul pilihan, juga sebagai kepala rumah tangga yang
harmonis bagi keluarga-keluarganya, sahabat yang baik bagi sesamanya, guru yang
berhasil bagi murid-muridnya, teladan bagi ummatnya, panglima yang berwibawa
bagi prajuritnya dan pemimpin yang besar bagi kaumnya.
Segala akhlak mulia ada padanya, sehingga Allah sebagai Pencipta pun memujinya,
Segala akhlak mulia ada padanya, sehingga Allah sebagai Pencipta pun memujinya,
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Keberhasilan beliau sebagai Pemimpin, dilandasi
sifat-sifat / kriteria-kriteria pemimpin yang ideal:[2]
1)
Bertaqwa kepada Allah Swt
Sebagai
syarat muthlak sebagai pemimpin. yang telah menjadi karakter kepribadiannya.
2)
Amanah
Artinya
jujur, tidak pernah berdusta, menepati janji, berani mengatakan yang haq,
bertindak adil dan profesional. Sifat ini harus menetap pada seseorang jauh sebelum
dia menjadi pemimpin.
Sebagaimana
diungkapkan dalam hadits:
وعن
أبي أمامة قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم : " لا إيمان لمن لا
أمانة له ، والذي نفسي بيده لا تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا " . رواه الطبراني
3)
Shiddiq
Membenarkan dan meyakini apa saja yang diwahyukan
Allah kepada Rasul-Nya sekalipun tidak dapat difahami oleh akal. Tokoh pemimpin
berkarakter ini, adalah Abu Bakar Ashiddiq.
Seorang Shidiq sanggup berkata jujur, berani
menyampaikan al-haq dengan segala resikonya, walaupun ia harus terusir dari
negerinya. Sabda Rasulullah Saw,
عن
أبي الدرداء "من فر بدينه من أرض إلى أرض مخافة الفتنة على نفسه ودينه كتب
عند الله صديقا فإذا مات قبضه الله ـ عز وجل ـ شهيدا" فيه مجاشع يضع.
4)
Fathonah
Artinya pintar, cerdas, cermat, cepat mengambil
keputusan, tepat menentukan tindakan, mampu membaca keadaan, dan memahami
segala permasalahan.
5)
Tabligh
Artinya menyampaikan, Pemimpin sebagai informan
tentang segala sesuatu yang penting diketahui oleh umat. Khususnya mengenai
pesan-pesan agama.
6)
Tegas dan Teguh Pendirian
Dalam urusan tauhid dan al-Haq dari Allah seorang
pemimpin tidak boleh lemah dan ragu. Rasulullah selalu tegas dalam membela
agama Islam, tidak tergoda dengan rayuan dan sogokan
Hai nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang
munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam
dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.[3]
7)
Lemah Lembut
Rasululloh Saw terkenal dengan sifatnya yang peramah,
bukan pemarah, halus tutur katanya, tidak menyinggung perasaan orang lain. Allah
mengabadikannya dalam Q.S Al-Fath:
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka.
8)
Pemaaf
Manusia tidak terlepas dari kesalahan dan dosa, apalagi
prajurit, staf atau rakyat biasa, karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan. Rasulullah sangat pemaaf walaupun kesalahan sebagian
sahabat-sahabatnya sangat fatal yang mengakibatkan kaum Muslimin kalah perang
di Uhud, dengan besar hati beliau memaafkan sahabatnya dan memohon ampunan bagi
mereka.
9)
Senang bermusyawarah
Musyawarah bukan untuk memaksakan kehendak, menolak
usulan, otoriter dan merasa benar sendiri.
10) Bertawakal kepada Allah
Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Tawakal artinya menyerahkan segala urusan kepada Allah
setelah bersungguh-sungguh menyusun rencana yang dianggap matang.
11) Adil
12) Sabar
13) Bertanggung jawab
C.
Keharusan Adanya Pemimpin
Kepemimpinan
setelah Rasulullah SAW ini, merupakan pemimpin yang memiliki kualitas spiritual
yang sama dengan Rasul, terbebas dari segala bentuk dosa, memiliki pengetahuan
yang sesuai dengan realitas, tidak terjebak dan menjauhi kenikmatan dunia, serta
harus memiliki sifat adil. Pemimpin setelah Rasul harus memiliki kualitas
spiritual yang sama dengan Rasul. Karena pemimpin merupakan patokan atau
rujukan umat Islam dalam beribadah setelah Rasul. Oleh sebab itu ia haruslah
mengetahui cita rasa spritual yang sesuai dengan realitasnya, agar ketika
menyampaikan sesuatu pesan maka ia paham betul akan makna yang sesungguhnya
dari realitas (cakupan) spiritual tersebut. Ketika pemimpin memiliki kualitas
spiritual yang sama dengan rasul maka pastilah ia terbebas dari segala bentuk
dosa.[4]
Menurut
Murtadha Muthahhari, umat manusia berbeda dalam hal keimanan dan kesadaran
mereka akan akibat dari perbuatan dosa. Semakin kuat iman dan kesadaran mereka
akan akibat dosa, semakin kurang mereka untuk berbuat dosa. Jika derajat
keimanan telah mencapai intuitif (pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses
penalaran) dan pandangan bathin, sehingga manusia mampu menghayati persamaan
antara orang melakukan dosa dengan melemparkan diri dari puncak gunung atau
meminum racun, maka kemungkinan melakukan dosa pada diri yang bersangkutan akan
menjadi nol. Saya memahami apa yang dikatakan Muthahhari derajat keimanan telah
mencapai intuitif dan pandangan bathin ini adalah sebagai telah merasakan cita
rasa realitas spiritual. Dengan adanya kondisi telah merasakan cita rasa
realitas spiritual, maka pastilah Rasulullah SAW dan Imam Ali Bin Abi Thalib
beserta keturunannya tadi terbebas dari segala bentuk dosa.
Kondisi
ini juga akan berkonsekuensi pada pengetahuannya yang sesuai dengan realitas
dari wujud atau pun suatu maujud. Ketika pemimpin tersebut mengetahui realitas
dari seluruh alam, maka pastilah ia tahu akan kualitas dari dunia ini yang
sering menjebak manusia. Kemudian seorang pemimpin haruslah juga memiliki sifat
adil. Rasulullah SAW pernah berkata bahwa, ”Karena keadilanlah, maka seluruh
langit dan bumi ini ada.” Imam Ali Bin Abi Thalib mendefiniskan keadilan
sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak. Keadilan bak hukum umum
yang dapat diterapkan kepada manajemen dari semua urusan masyarakat.
Keuntungannya bersifat universal dan serba mencakup. Ia suatu jalan raya yang
melayani semua orang dan setiap orang. Penerapan sifat keadilan oleh seorang
pemimpin ini dapat dilihat dari cara ia membagi ruang-ruang ekonomi, politik,
budaya, dsb pada rakyat yang dipimpinnya. Misalkan tidak ada diskriminasi
dengan memberikan hak ekonomi (berdagang) pada yang beragama Islam, sementara
yang beragama kristen tidak diberikan hak ekonomi, karena alasan agama.
Terkecuali memang dalam berdagang orang tersebut melakukan kecurangan maka ia
diberikan hukuman, ini berlaku bagi agama apapun.[5]
D.
Kriteria Pemimpin
Seorang
pemimpin melakukan kepemimpinannya dapat digolongkan atas beberapa Kriteria:[6]
1. Otorikratis
Pemimpin
menganggap organisasi sebagai milik sendiri. Ia bertindak sebagai diktator
terhadap para anggotanya dan menganggap mereka sebagai bawahan dan merupakan
alat, bukan sebagai manusia. Bawahannya tidak diizinkan untuk membantah karena
pimpinan tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat. Rapat-rapat, musyawarah
tidak dikehendaki, berkumpul hanya untuk menyampaikan instruksi atau perintah.
Pemimpin ini hanya menggantungkan kekuasaannya atas pengangkatan formalnya dan
tindakannya tidak dapat diganggu gugat. Seorang pemimpin otoriter memimpin
tingkah laku anggota-anggotanya dengan mengarahkan kepada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Keputusan berada di satu tangan, yakni si pemimpin
otoriter itu, yang menganggap dirinya dan dianggap oleh orang lebih mengetahui
daripada orang-orang lain dalam kelompokya. Setiap keputusan dianggap sah , dan
pengikut-pengikutnya menerima tanpa pertannyaan. Pemimpin otoriter ini dianggap
sebagai manusia super. (Sunindhia:1988)
2. Militaris
Yaitu pemimpin yang
memiliki sifat-sifat antara lain:
a. Menggerakkan
orang dengan sisteem perintah.
b. Gerak-geriknnya
tergantung pada pangkat dan jabatannya
c. Senang
formalitas berlebih-lebihan
d. Menuntut
disiplin keras
e. Senang
akan upacara dalam berbagai keadaan
f. Tidak
menerima kritik,dsb (Ari:2008)
3. Paternalistis
Pemimpin
ini bersifat kebapakan, ia menganggap anak buahnya sebagai anak-anak atau
manusia yang belum dewasa yang dalam segala hal masih membutuhkan bantuan dan
perlindungan yang kadang-kadang perlindungan yang berlebihan.
Pemimpin
seperti ini jarang atau tidak memmberikan sama sekali kepada masyarakat untuk
bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif atau mengambil keputusan. Anak
buahnya jarang sekali diberi kesempatan untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya. Pemimpin seperti ini selalu bersikap baik dan ramah meskipun
ada sifat negatif yakni sok maha tahu. Pemimpin seperti ini dalam hal tertentu
sangat dibutuhkan, namun pada umumnya kurang baik (Ari:2008)[7]
4. Kharismatis
Gaya
kepemimpinan kharismatis dapat terlihat mirip dengan kepemimpinan
transformasional, dimana pemimpin menyuntikkan antusiasme tinggi pada tim, dan
sangat enerjik dalam mendorong untuk maju. Tipe kepemimpinan karismatik
memandang kepemimpinan sebagai keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan
pemeliharaan hubungan dengan para bawahan. Pemeliharaan hubungan didasarkan
pada hubungan relasional dan bukan berorientasi kekuasaan, walaupun dia
memilikinya.
5. Demokratis
Kepemimpinan
demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua anggota, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan
kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak
pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan
demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan
sugesti anggota. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya
masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin
pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
6. Manipulatif
atau pseudo-demokratis
Pseudo
berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam
penampilannya seolah-olah dia demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi,
mendesakkan keinginannya secara halus. Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini
sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau
demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara
memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic
manipulation atau manipulasi diplomatis. Jadi, pemimpin pseudo demokratis
sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan
penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.[8]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemimpin
adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang
baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai
tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Pada
dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing.
Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter,
walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh
karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan
tertentu untuk mendapatkan manfaat.
Dengan
adanya pemimpin yang dapat memberdayakan anggota organisasinya dengan cara
pembagian tanggung jawab dan kekuasaan pada anggotanya maka hal tersebut akan
terjadi sebuah kerjasama yang baik, wewenang yang menjadi semakin luas karena
anggotanya juga memiliki wewenang dan kerja pemimpinpun semakin ringan.
B. Saran
Dari
yang penulis fahami, disini, kepemimpinan dan pemberdayaan masih sebuah konsep
karena memiliki permasalahan yakni betapa susahnya untuk mendapatkan anggota
yang kompeten, profesional, mempunyai komitmen tinggi dan berkinerja tinggi
untuk memenuhi impian ini. Jika hal tersebut dapat dipenuhi, maka kepemimpinan
dan pemberdayaan bukan hanya sebuah konsep saja namun kenyataan yang dapat
menghasilkan kinerja yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Habsari, Ari Retno. 2008. Terobosan
Kepemimpinan, Panduan Pelatihan Kepemimpinan. Yogyakarta: Media Pressindo.
Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan
Menurut Islam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Imam Mujiono, 2002, Kepemimpinan dan
Keorganisasian, UII Press, Yogyakarta.
Kartini, Kartono. 1998. Pemimpin
dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin Abnormal itu?. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
S.H, YW. Sunindhia dan Dra.
Ninik widianti. 1988. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, Jakarta: PT.
Bina Aksara.
[1] S.H, YW. Sunindhia dan Dra. Ninik widianti..
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, (Jakarta: PT. Bina Aksara. 1988), h.
53
[2] Kartini, Kartono.. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah
Pemimpin Abnormal itu?. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1998), h. 93
[3] Ibid,
[4]Hadari
Nawawi, , Kepemimpinan Menurut Islam, , (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1993), h. 32
[5] Imam
Mujiono, Kepemimpinan dan Keorganisasian, (UII Press, Yogyakarta. 2002), h. 85
[6]Habsari, Ari Retno.. Terobosan Kepemimpinan, Panduan
Pelatihan Kepemimpinan. (Yogyakarta: Media Pressindo. 2008), h. 45
[7] Triantoro Safaria, Kepemimpinan. (Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2004), h. 78
[8] Ibid
No comments:
Post a Comment