BAB I
PENDAHULUAN
Hukum muamalah
memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Disetiap aspek kehidupan yang
berhubungan dengan masalah ekonomi harus diatur dengan baik yaitu dengan adanya
hukum muamalah sehingga diri kita tak perlu khawatir lagi terhadap penipuan –
penipuan apapun. Setiap hari kita dapat menyaksikan banyak orang yang melakukan
transaksi jual beli ditempat – tempat umum seperti pasar. Dalam transaksi jual
beli kita melihat , bahwa masih ada orang yang tidak berbuat jujur. Mereka merugikan
orang lain demi meraut keuntungan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar,
bahkan dari segi material biaya yang telah banyak di keluarkan untuk memperoleh
suatu barang yang diinginkan , namun mereka masih saja merugikan orang lain
dengan cara menaikan harga barang dari harga sebenarnya . Disinilah kita dapat
mengkomparasi, betapa hukum muamalah itu sangatlah penting untuk diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muamalah
Menurut fiqih, muamalah
ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa,
upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan
lain-lain.
Manusia adalah makhluk
sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat
kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan
kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam
atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan
umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi
ajang silaturrahmi yang erat.
Agar hak masing-masing
tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat
berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang
sebaik-baiknya aturan.[1]
B. Asas-asas Muamalah
dalam Islam
Muamalah adalah sesuatu
yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran,
yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi dalam
Muamalah maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam
jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan.
Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam
setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’,
yaitu:[2]
1.
Setiap transaksi pada
dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila
transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang
haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1)
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2.
Syarat-syarat transaksi
dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak
menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3.
Setiap transaksi
dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S.
An-Nisa’ 4: 29)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
4. Islam mewajibkan agar
setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT,
sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW
menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur
penipuan.” (H.R. Muslim)
5.
Adat kebiasaan atau
’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan
batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad
sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.[3]
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.[3]
C. Penerapan Transaksi
Ekonomi dalam Islam
1.
Jual Beli
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial
yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini
sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman :
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ
Artinya : Katakanlah: "Hai
kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam bahasa
Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang
artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara,
jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela
atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan
kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39,
At Taubah : 103, hud : 93)
Orang yang terjun dalam
bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli
tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli.
Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka
sama suka.[4]
Allah berfirman.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An
Nisa : 29)
Hadis nabi Muhammad SAW
menyatakan sebagai berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah
jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan
meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari
tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut
dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar
dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh
memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad
(kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian
salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya
tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.[5]
2.
Simpan Pinjam
Rukun dan syarat utang
piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum Islam adalah:
a.
Yang berpiutang (yang
meminjami) dan yang berutang (peminjam), syaratnya sudah balig dan berakal
sehat.
b.
Barang (uang) yang
diutangkan atau dipinajmakan adalah milik sah dari yang meminjamkan.
3.
Ijarah
Berasal dari bahasa
Arab yang artinya upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Al-Qur’an yang
dijadikan dasar hukum ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, At-Talaq, 65: 6 dan
Q.S Al-Qasas, 28: 26.
D. Riba
Bagi manusia yang tidak
memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta (materialisme).
Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak mungkin. Mereka
tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari sumber
yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah
sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba. Hadis nabi Muhammad SAW
menyatakan sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata
: Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun,
kecuali ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan
terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az
ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad
perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui
syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari
dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang, pinjaman,
gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang sebesar Rp 10.000 pada
hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Fauzi harus
mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi
harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini
disebut dengan riba.[6]
Allah SWT berfirman.
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)
Allah telah melarang
hamba-Nya untuk memakan riba, Allah juga menjanjikan untuk melipatgandakan
pahala bagi orang yang ikhlas mengeluarkan zakat, infak dan sedekah. Allah SWT
berfirman :
E. Hukum Islam tentang
Kerja Sama Ekonomi (Syirkah)
Saat ini umat Islam
Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya
telah menerapkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip
syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap
aspek kehidupan bisnis dan transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh
kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total.[7]
Musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
Landasan hukum dari
musyarakah ini antara lain :
ﻔﻫﻢ ﺸﺮﻛﺎﺀ ﻓﻲ ﺛﻠﺙ
Artinya : “… maka mereka berserikat pada sepertiga
…” (QS An Nisa : 12)
Bersabda Rasulullah yang artinya : “Dari Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman :
Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
menghianati lainnya.” (HR Abu Daud)
Hadis tersebut
menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian
atau kerja sama selama pihak-pihak yang bekerja sama tersebut saling menjunjung
tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.[8]
Berdasarkan dalil-dalil
diatas, musyarakah (syirkah) dapat diartikan dua orang atau lebih yang
bersekutu (berserikat) dimana uang yang mereka dapatkan dari harta warisan,
atau mereka kumpulkan diantara mereka, kemudian diinvestasikan dalam
perdagangan, industri, atau pertanian dan lain-lain sepanjang sesuai dengan
kesepakatan bersama dan hal tersebut hukumnya boleh.
F. Mudarabah (Bagi Hasil)
Mudarabah adalah akad
kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal)
menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. [9]
Secara umum landasan
dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal
ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam surat
al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun
pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk
melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadis nabi Muhammad
yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib
jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada
rasulullah SAW. Dan rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muamalah merupakan aspek hukum islam yang bukan
termasuk kategori ibadah, seperti shalat, dan haji biasa disebut muamalah.
Muamalah dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.
Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah
penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar
menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan
(akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu
tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu
akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak
diketahui syaraknya.
Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya,
materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi,Yazid.2009.Fiqh Muamalah.Yogyakarta:Logung
Pustaka.
Ali ,Mohammad Daud.2004.Hukum
Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ali,Zainnudin.2006.Pengantar
Hukum Islam di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika.
Basyir,Ahmad Azhar.2009.Asas-Asas
Hukum Muamalat(Hukum Perdata Islam). Yogyakata: UII Press Yogyakarta.
Hidayat ,Komaruddin
.2000.Islam untuk Displin Ilmu Hukum.Jakarta:Departemen Agama RI
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Rasjid ,Sulaiman.2009.Fiqh Islam.Bandung:Sinar
Baru Algensindo.
No comments:
Post a Comment